Minggu, 14 Oktober 2018

Critical Review Jurnal Pesisir


CRITICAL REVIEW JURNAL PESISIR

Judul                   : Analisis Pemanfaatan Ruang Terbangun di Kawasan Pesisir. Lokasi Studi Kasus: Sepanjang Pesisir Kota Manado
Penulis               :       Pricilia Jeanned’Arc Valensia Mogot1, Sonny Tilaar2, & Raymond Tarore3
                               1Mahasiswa S1 Perencanaan Wilayah dan Kota
                               2&3Staf Pengajar Jurusan Arsitektur
                               Universitas Sam Ratulangi Manado
Reviewer            : Alya Sarah Maulida (08161009)

A.           Ringkasan Jurnal
              Jurnal berjudul “Analisis Pemanfaatan Ruang Terbangun di Kawasan Pesisir. Lokasi Studi: Sepanjang Pesisir Kota Manado” ini ditulis oleh Pricilia Jeanned’Arc Valensia Mogot, Sonny Tilaar dan Raymond Tarore. Permasalahan yang diteliti dalam jurnal ini adalah bagaimana karakteristik dan kondisi fisik pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Manado dan bagaimana kesesuaian kondisi eksisting pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Manado dengan arahan perencanaan yang ada dalam RTRW Kota Manado.
              Aktivitas manusia dalam mewujudkan pembangunan sering sekali menciptakan masalah-masalah pada ekosistem pesisir. Masalah yang ditimbulkan pada ekosistem pesisir ini dapat dilihat dari adanya lingkungan permukiman kumuh di sekitar pesisir, selain itu adalnya pencemaran ke laut, erosi, over eksploitasi, dan degradasi fisik habitat. Hal ini juga akan mengancam kelestarian lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan sistem penataan ruang agar perkembangan ruang dapat terkendali dan arah pengembangan di sepanjang pesisir dapat dibatasi.
              Tujuan dari jurnal ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik dan kondisi fisik pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Manado dan menganalisis kesesuaian kondisi eksisting pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Manado dengan arahan perencanaan yang ada dalam RTRW Kota Manado.
              Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data primer dan sekunder, Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi dan wawancara. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif dengan rincian: mengidentifikasi dan menganalisis fisik, sosial ekonomi dan kebijakan tata ruang kawasan pesisir Kota Manado dan menganalisis pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Manado.
              Terdapat 5 kecamatan yang masuk dalam ruang lingkup penelitian ini yaitu, Kecamatan Malalayang, Kecamatan Sario, Kecamatan Wenang, Kecamatan Tuminting dan Kecamatan Bunaken. Untuk memudahkan dalam proses analisis, maka wilayah penelitian dibagi menjadi 8 zona dengan batas jalan utama.
              Hasil dari pengumpulan data yang telah dilakukan menebutkan bahwa tipologi pesisir di Kota Manado adalah menerapkan konsep Waterfront City. Dimana konsep ini telah diterapkan di area pesisir Pantai Boulevard Manado sejak tahun 992. Kemudian untuk kondisi bangunan dan permukiman di pesisr Kelurahan Bahu dalam kondisi yang buruk karena dibangun langsung di sempadan sungai. Konstruksi bangunan juga dalam keadaan buruk. Tetapi kondisi bangunan di Kelurahan Bitung Karang Ria dibangun tidak langsung di sempadan pantai dan dalam kondisi semi permanen. Untuk sektor sosial ekonomi, adanya reklamasi pantai di Kota Manado yang pada mulanya untuk dibangn Central Business Districk agar dapat meningkatkan ekonomi daerah Kota Manado disalahgunakan sebagai pusat hiburan.
              Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Manado yang sesuai dengan RTRW Kota Manado tahun 2010-2030 sebesar 77,12% atau sebesar 4.883,26 Ha dari total keseluruhan wilayah Kota Manado sebesar 6.332,32 Ha. Terdapat 22,88% pemanfaatan ruang terbangun yang tidak sesuai dengan RTRW Kota Manado tahun 2010-2030.
              Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa terdapat ketidaksesuaian pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Manado. Ketidaksesuaian ini dapat dilihat dari RTRW Kota Manado tahun 2010-2030 dengan kondisi eksisting. Hal yang tidak sesuai adalah adanya perkumkiman di kawasan sempadan pantai di Pantai Malalayang, adanya permukiman di kawasan sempadan sungai di Sungai Malalayang, Sario dan Bailang. Kemudian, adanya alih fungsi lahan dari perkebunan menjadi permukiman dan perdagangan/jasa, pertokoan dan hotel di area reklamasi serta adanya permukiman kumuh di pesisir Kelurahan Bahu, Sindulang I dan Sindulang II.
              Rekomendasi dari penelitian ini adalah perkembangan pesisir harus sesuai dengan ketersediaan ruang dan harus sesuai dengan peruntukan lahan agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. Lalu, harus adanya ketegasan dari Pemerintah Kota Manado dalam mengimplementasikan peraturan, agar tidak terjadi lagi ketidaksesuaian ruang terbangun dan agar tercipta konsep Pembangunan Bekerlanjutan (Sustainable Development) di Kota Manado.

B.           Kritik dan Saran
            Penulis dalam penelitian ini adalah Pricilia Jeanned’Arc Valensia Mogot, Sonny Tilaar, & Raymond Tarore yang merupakan mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota serta staff Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi Manado. Dari latar belakang pendidikannya dapat dikatakan bahwa penulis membunyai kualifikasi yang cukup dalam bidang yang mereka teliti.
            Sistematika penulisan jurnal ini sudah tersusun secara baik dan jelas dari judul, abstrak, pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi, hasil dan pembahasan, kesimpulan, rekomendasi dan referensi. Selain itu, bahasa yang digunakan dalam jurnal ini juga mudah dipahami dan tidak menggunakan kata-kata ilmiah, sehingga siapapun dapat membaca jurnal ini.
Pada bagian metodologi di jurnal ini tidak dijelaskan mengenai teknik pengumpulan data yang digunakan serta teknik analisis yang digunakan. Penulis menjelaskan tentang teknik pengumpulan data yang digunakan beserta analisisnya hanya pada bagian abstrak saja. Hal ini tentu membuat terjadinya kebingungan pembaca saat membaca jurnal ini.
            Untuk judul penelitian pada jurnal ini belum menggunakan prinsip 5W + 1H. Pada judul tidak dicantumkan tahun penelitian sehingga pembaca tidak tahu kapan penelitian ini dilakukan. Selain itu, penyajian data peta, diagram dan tabel memudahkan pembaca untuk mencerna jurnal ini. Penulis juga menyertakan data dan sumber yang jelas.
            Pada bagian abstrak, menurut saya sudah baik karena isi dari abstrak sudah dapat menjelaskan keseluruhan isi jurnal, penulis telah menyebutkan tentang latar belakang penelitian, tujuan, metode dan hasil penelitian, serta kata kunci. Namun, abstrak hanya ditulis dalam bahasa Indonesia, alangkah lebih baiknya jika abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
            Kemudian, secara umum tujuan yang ingin dicapai dari penulisan jurnal ini yaitu untuk mengidentifikasi karakteristik dan kondisi fisik pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir KotaManado dan menganalisis kesesuaian kondisi eksisting pemanfaatan ruang terbangun di kasawan pesisir Kota Manado dengan arahan perencanaan yang ada dalam RTRW Kota Manado, telah tercapai.
Untuk metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini sudah tepat yaitu menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, dokumentasi dan survey ke instansi. Teknik analisis data yang digunakan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Tetapi, dalam jurnal ini tidak dijelaskan tentang teknik pengumpulan data yang digunakan, sehingga pembaca tidak tahu siapa responden dari wawancara yang dilakukan. Penulis juga tidak menjelaskan teknik sampling yang digunakan serta tidak menjelaskan apa hasil dari wawancara yang telah dilakukan. Selain itu, penulis juga tidak menjelaskan tentang teknik analisis menggunakan SIG. Sehingga pembaca tidak mengetahui bagaimana langkah-langkah dalam analisis, apa saja variabel yang digunakan dalam analisis, dan apa alasan menggunakan analisis SIG. Selain itu, penulis juga tidak menjelaskan perbedaan dari RTRW Kota Manado tahun 2010-2030 dan kondisi eksisting dalam bentuk peta, sehingga pembaca juga tidak mendapatkan informasi dimana letak ketidaksesuaiannya.
Setelah itu, untuk bagian hasil dan pembahasan, penulis memasukkan perkembangan wilayah pesisir, morfologi, topografi, hidrologi, geologi, tipologi, kondisi bangunan dan permukiman sosial ekonomi serta pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Manado. Untuk morfologi dan topografi penulis hanya menampilkan peta kawasan pesisir tanpa memberi penjelasan, terlebih peta yang ditampilkan berukuran kecil sehingga pembaca tidak dapat dengan mudah menginterpretasi maksud dari peta yang ditampilkan. Akan lebih baik jika penulis memberikan keterangan dibawah peta, sehingga pembaca dapat mengerti maksud dari peta tersebut walaupun petanya berukuran kecil.
              Untuk pembasahan mengenai pemanfaatan ruang terbangun di Kawasan Pesisir Kota Manado. Pada gambar 14 diagram yang ditampilkan tidak sesuai dengan penjelasan dibawahnya. Dimana pada penjelasannya menjelaskan tentang permukiman terbesar berada di Kecamatan Tuminting sedangkan pada diagram tidak terdapat Kecamatan Tuminting. Selain itu, pada bagian sosial ekonomi terdapat ketidakcocokan antara tabel dengan kalimat penjelasnya. Dimana pada kalimat sebelum tabel menjelaskan tentang reklamasi pantai yang disalahgunakan menjadi pusat hiburan sedangkan tabel berisi jumlah nelayan di Kawasan Pesisir Kota Manado.
              Kemudian pada tabel kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah penelitian, tabel tidak begitu jelas terlihat sehingga pembaca tidak dapat dengan jelas membaca dan melihat dimana ketidaksesuaian yang terjadi di Kawasan Pesisir Kota Manado.
              Lalu pada bagian kesimpulan sudah baik karena penulis menyimpulkan hasil penelitian jurnal ini dan mencantumkan hasil penelitian. Penulis tidak hanya memberikan kesimpulan tetapi juga memberikan rekomendasi pada pemerintah Kota Manado. Tetapi, peneliti tidak memberikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

C.           Kesimpulan
              Kesimpulan yang dapat diambil dari jurnal ini adalah pembangunan di wilayah pesisir secara berlebihan dapat mengakibarkan masalah-masalah di dalam ekosistem pesisir dan dapat mengancam kelestarian lingkungan pesisir. Oleh karena itu dibutuhkan pengendalian pembangunan di wilayah pesisir. Pembangunan pesisir di Kota Manado menunjukkan ketidaksesuaian antara kondisi eksisting dan RTRW Kota Manado 2010-2030. Pembangunan yang tidak sesuai ini akan membahayakan lingkungan pesisir. Mulai dari adanya permukiman di sempadan pantai hingga adanya pertokoan dan hotel. Perkembangan kawasan pesisir harus diarahkan sesuai dengan ketersediaan dan kesesuaian lahan agar kelestarian lingkungan pesisir tetap terjaga. Diperlukan ketegasan dari pemerintah dan penegak hukum untuk mengimplementasikan pertaruran agar tidak ada lagi ketidaksesuaian dalam pembangunan.

D.           Referensi
Mogot, Pricilia Jeanned’Arc Valensia., Tilaar, Sonny., Tarore, Raymond. 2017. Analisis Pemanfaatan Ruang Terbangun di Kawasan Pesisir Lokasi Studi Kasus: Sepanjang Pesisir Kota Manado. Vol 4, No 1 (2017)

Minggu, 18 Maret 2018

Terumbu Karang Kepulauan Seribu


            Kepulauan Seribu merupakan salah satu destinasi wisata favorit di daerah Jakarta karena lokasinya yang indah. Hanya dengan menempuh 1-3 jam perjalanan, masyarakat sudah dapat menikmati pemandangan laut dan terumbu karang yang indah serta dapat melakukan aktifitas menyenangkan di pantai, contohnya berenang, snorkeling, memancing, dan bermain permainan air lainnya. Di Kepulauan Seribu juga terdapat suaka alam marga satwa Pulau Rambu, tempat untuk membudidayakan penyu.
            Kunjungan warga ke Pulau Seribu sangat tinggi, terutama pada akhir pekan atau hari libur lainnya. Seringkali, jumlah pengunjung yang datang melebihi kapasitas kapal pengangkut penumpang. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat sangat tertarik dengan keindahan Kepulauan Seribu.
            Selain pemandangan dan permainan air, terumbu karang juga merupakan objek wisata yang menarik pengunjung untuk datang ke Kepulauan Seribu. Banyak wisatawan asing yang sengaja datang ke Kepulauan Seribu untuk snorkeling menikmati pemandangan bawah lautnya.  Kepulauan Seribu sangat cocok bagi pemula snorkeling karena terletak diteluk jakarta sehingga memiliki pemandangan bawah laut yang begitu mempesona dan menakjubkan.
            Terumbu karang memiliki fungsi lain selain untuk objek wisata, fungsi lain dari ekosistem terumbu karang menurut Winarso & Hasyim (1996) adalah sebagai pelindung pantai, tempat bermain, mencari makan, dan berlangsungnya siklus biologis, kimiawi, dan fisik dari biota yang tinggal di ekosistem tersebut. Karang juga dapat digunakan sebagai bahan obatobatan seperti rangka kapur yang digunakan dalam operasi tulang.
            Karena terumbu karang memiliki banyak fungsi, maka pada Kepulauan Seribu sering diadakan penilitian untuk memastikan terumbu karang tetap terjaga dan tetap berkembang. Diharapkan dengan terumbu karang yang tetap terjaga dapat meningkatkan populasi ikan di Kepulauan Seribu.
Tetapi sayangnya, pada kenyataannya kehidupan terumbu karang terancam oleh aktifitas-aktifitas menusia seperti pencemaran, pembangunan resort atau jalan serta penangkapan ikan dengan bom dan racun. Ekosistem terumbu karang mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar. Hal ini mendorong masyarakat mengambil sumberdaya yang terdapat pada terumbu karang  secara berlebihan (over exploitation) serta kurangnya memperhatikan tentang kaidah-kaidah konservasi terumbu karang.  Adanya asumsi bahwa sumberdaya yang berada di alam, termasuk ekosistem terumbu karang adalah milik bersama (common property), sehingga bila tidak dimanfaatkan sekarang, maka akan dimanfaatkan orang lain (tragedy of common) di masa depan. Asumsi tersebut menyebabkan banyaknya orang yang berlomba-lomba untuk memanfaatkan terumbu karang. Tetapi sayangnya mayoritas masyarakat yang mengeksploitasi terumbu karang menggunakan racun cyanida, bahan peledak, muro ami, dan bubu yang merusak ekosistem terumbu karang.  
Selain kegiatan manusia, terdapat kegiatan lain yang dapat merusak terumbu karang. Menurut hasil penelitian anggota Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi), pada tahun 2013, kondisi terumbu karang terparah berada di Pulau Panjang karena adanya landasan pacu pesawat Cesna. Hal tersebut menyababkan terumbu karang di sekelilingnya mati. Hanya tersisa tutupan karang hidup sebesar 1%.
Kemudian, terdapat juga 13 sungai yang bermuara di Kepulauan seribu. Sungai-sungai ini membawa berton-ton limbah yang mencemari air di Kepulauan Seribu. Saat terjadi banjir di Jakarta, air banjir tersebut juga akan mengalir ke sungai yang bermuara di Kepulauan Seribu. Hal ini mengakibatkan banyak ekosistem yang rusak.
Berdasarkan hasil riset anggota Yayasan Terumbu Karang Indonesi (Terangi), kondisi tutupan karang hidup di Kepulauan Seribu termasuk kategori sedang, dengan presentase tutupan karang hidup antara 27%-30%. Jika tidak dikelola dengan baik, maka akan semakin banyak terumbu karang yang rusak dan dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem laut di Kepulauan Seribu.
Kerusakan terumbu karang ini mempuyai dampak yang sangat merugikan yaitu sebagai berikut:
a.         Hilangnya Tempat Hidup dan Berkembang Biak Biota Laut
Ikan di laut dan hewan lainya seperti penyu, kerang, cumi-cumi, bintang laut dan teripang memanfaatkan terumbu karang sebagai tempat bertelur dan berkembang serta tempat berlindung. Terumbu karang memiliki banyak ruang dimana ikan dan hewan kecil lainya bisa bersembunyi dari mangsa. Sehingga tempat ini adalah tempat ideal bagi biota laut untuk berkembang biak. Bila tidak ada terumbu karang maka hewan laut akan kehilangan tempat berkembang biak sehingga dapat terancam kelestariannya dan kekayaan laut.
b.         Berkurangnya Jumlah Ikan
Karena kehilangan tempat tinggal maka akan berpengaruh pada berkurangnya ikan. Berkurangnya ikan maka akan berpengaruh pada hasil tanggakan nelayan yang akan puka berpengaruh pada berkurangnya pendapatan. Bila berlanjut kondisi ini akan menyebabkan kemiskinan bagi para nelayan.
c.         Hilangnya Pendapatan dari Pariwisata
Terumbu karang adalah tempat wisata yang banyak dikunjungi karena keindahannya. Kegiatan wisata ini memberi sumber pendapatan bagi warga sekitar. Rusaknya terumbu karang akan membuat penurunan pengunjung yang mengakibatkan pendapatan masyarakat sekitar dari pariwasa turun bahkan hilang.

d.         Tidak Terlindungnya Pantai dari Gelombang Laut
Terumbu karang membentuk pembatas alami yang dapat menahan dan memecah gelombang. Hal ini bermanfaat saat terjadi hurikan, topan atau tsunami. Gelombang besar akan terpecah sebelum mencapai pantai sehingga dapat mengurangi dampak bencana yang akan terjadi. Jika tidak ada terumbu karang maka pantai akan terancam abrasi atau pengikisan akibat gelombang laut, terutama saat terjadi bencana besar.
           
            Untuk mengurangi dampak-dampak tersebut maka dilakukan beberapa metode pemulihan terumbu karang, yaitu sebagai berikut:
a.         Metode Biorock
Metode Biorock adalah metode pemulihan terumbu karang yang menggabungkan teknologi dan keterlibatan masyarakat. Biorock menggunakan listrik bertegangan rendah untuk mempercepat dan memperkuat pertumbuhan karang, serta melibatkan penyelam untuk melakukan perawatan karang dan memastikan Biorock tetap berfungsi dengan baik.
b.         Strategi Pengelolaan Melalui Analisis SWOT
Menurt Ika Yusnita (2014), berdasarkan analisis dampak kerusakan dari kegiatas fisik wisatawan didapatkan hasil analisis melalui SWOT sebagi berikut:
1.                     Penetapan/pengaturan spot wisata divingdansnorkelingdisesuaikan dengan karakteristik jenis terumbu karang, daya dukung kawasan, serta tingkat keahlian menyelam wisatawan
2.         Koordinasi para pemangku kepentingan dan stakeholder dalam pemanfaatan sumberdaya laut khususnya ekosistem terumbu karang
3.         Peningkatan pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya laut, khususnya ekosistem terumbu karang
c.         Transplantasi Karang
            Transplantasi merupakan teknik penanaman karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu induk. Transplantasi karang memiliki tujuan untuk mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak atau untuk memperbaiki daerah terumbu karang yang rusak, terutama untuk meningkatkan keragaman dan persen penutupan (Hariot dan Fisk, dalam Departemen Kelautan Perikanan  2002). Metode transplantasi Karang ini telah diterapkan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu sejak tahun 2012. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat sekitar bersama dengan yayasan Terangi.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Faktor Kerusakan. https://kvp2131tika.wordpress.com/coral/faktor-kerusakan/. Diakses pada 15 Maret 2018.
Anonim. 2015. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Kepulauan Seribu Memprihatinkan. https://news.detik.com/berita/d-2229796/-kondisi-ekosistem-terumbu-karang-di-kepulauan-seribu-memprihatinkan. Diakses pada 4 Maret 2018
Anonim. 2016. Terumbu Karang Pulau Seribu. http://www.plimbi.com/article/165595/terumbu-karang-pulau-seribu. Diakses pada 17 Maret 2018

Diahviolin. 2014. Jelaskan dampak dari kerusakan terumbu karang. https://brainly.co.id/tugas/163252. Diakses pada 17 Maret 2018

Johan, Ofri. 2004. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Sebagai Sumber Daya Perikanan di Kepulauan Seribu, Jakarta. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan

Karissa, P Tasya. 2017. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Kembali Berkomitmen Pulihkan Kerusakan Terumbu Karang dengan Metode Biorock. http://www.biorock-indonesia.com/taman-nasional-laut-kepulauan-seribu-kembali-berkomitmen-pulihkan-kerusakan-terumbu-karang-dengan-metode-biorock/. Diakses pada 17 Maret 2018

Rachman T, Sukmaraharja Aulia. 2012. Kegiatan Transplantasi Karang di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. https://sukmaraharja.wordpress.com/2012/05/16/kegiatan-transplantasi-karang-di-pulau-pramuka-kepulauan-seribu/. Diakses pada 18 Maret 2018
Yusnita, Ika. 2014. Kajian Potensi Dampak Wisata Bahari Terhadap Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor